WONG BLAMBANGAN ORANG YANG TERTUTUP(Pigeaud 1929) /Using adalah Bohong/Tidak Benar
KsatryaMacanPutih(Blambangan): Andai dirimu terkurung dalam jeruji besi,kakimu dirantai, sedang taring dan kukumu dicabut, maka tetaplah pelihara kilau bulumu , berjalanlah dengan tegak, dan perdengarkan aummu yang menggetarkan itu.
Pendapat Sang Bagawan (Pigeaud) itu meluncur tak terbendung.
Pendapat Dr. Sri Margana yang mengambil Doktor di Universitas Leiden , Belanda, dengan disertasi “Java’s Last Frontier: The Struggle for Hegemony of Blambangan“ dalam wawancaranya di Tempo edisi September 13sd 19 September, menyatakan bahwa cerita Damarwulan ,Menakjinggo merupakan usaha untuk melakukan delegimitasi dan sinisme raja Blambangan , karena Cerita Damarwulan dan Prabu Menakjinggo ini ditulis dalam buku Serat Kanda / Serat Damarwulan oleh sastrawan dari keraton Surakarta dan dipentaskan dalam bentuk Langendrian (Operate) oleh Mangkunegara IV (1853 sd 1881). Kemudian dipopulerkan di Banyuwangi oleh penguasa Banyuwangi yang masih berdarah Surakarta,telah menggugah perhatian saya untuk melacaknya.
Sejak saat itu saya mulai tertarik ,untuk mengetahui sejak kapan delegitasi dan sinisme itu menjadi sangat spesifik ,artinya tidak melalui cerita atau legenda yang menyesatkan tetapi langsung dengan menyatakan orang Blambangan itu tertutup, tidak menerima orang luar , maka pantas disebut Wong Using .
Karena jika suku bangsa lain di Nusantara ,meradang dengan hasil survey yang menegatifkan sukunya, orang Banyuwangi seakan tak berkutik dan pasrah, malahan ada yang menjustifikasi ,sifat itu dengan penjelasan bahwa kata itu harus diartikan secara positip. Atau malahan kata Using , menjadi alasan untuk membangun theory bahwa orang Orang asli Banyuwangi adalah suku tersendiri yang memikiki bahasa tersendiri , dan tidak menjadi rumpun Jawa. Setelah menelusuri banyak tulisan dan karya tentang orang Using ,ternyata semua tulisan itu menyandarkan pada pendapat Bagawan sastra dan sejarah Jawa,beliau adalah PIGEAUD. Pendapat sang Bagawan tersebut ibarat lubang kecil di kanal Amsterdam Belanda, kemudian menjadi jalur keluar air laut samudra Atlantik, muncrat sangat deras dan tak terbendung, sehingga menenggelamkan kota Amsterdam. Demikian pula yang dialami wong Blambangan , semua sikap baik orang Blambangan, keindahan budaya kesenian, dan falsafah kepemimpinannya ( KALOKA, Prawira, WICAKSANA, BAHASA), hilang seperti diterjang Tsunami, habis tak berbekas, yang muncul adalah pendapat yang menegativekan orang Blambangan/Banyuwangi. Dan alangkah menyedihkan untuk wong Blambangan ,karena sabda ini menjadi deretan panjang ,setelah tulisan babad yang memuakkan , menjadi acuan para hobbiest, budayawan lokal, maupun pendidikan tinggi mengutipnya, sebagai landasan ilmiah untuk menentukan tabiat wong Blambangan.Inilah kutipan pendapat Pigeaud itu
Etnik using dan Budaya Tradisi Lisan (Pustaka, vol VI, 2006:189)Transformasi Seni Pesisir Using ke Ludruk Madura di Jember Henricus Supriyanto.
Provinsi Jawa Timur yang tertimur adalah Kabupaten Banyuwangi. Di wilayah ini dijumpai etnik Using atau etnik yang menyatakan diri sebagai penduduk asli Blambangan Banyuwangi. Kata using merupakan kata serapan dari bahasa Bali yakni sing yang artinya tidak. Interpretasi historis bermakna etnis yang menolak hegemoni dari luar Blambangan atau kekuatan luas yang bermaksud menguasai wilayah Blambangan. Dalam konteks ini kata using berarti penduduk asli Blambangan (Banyuwangi) yang tidak mau hidup bersama dengan “Wong Jawa Kulonan” (maknanya hegemoni dari Jawa wilayah Barat) (Pigeaud, 1929 dalam Herusantoso, 1987:78).
Penduduk kabupaten Banyuwangi yang berpenutur bahasa Using diperkirakan 58%, selebihnya adalah etnik Jawa Kulonan (pendatang) yang hidup di daerah selatan dan daerah pertanian, Madura sebagai besar di pesisir/nelayan, etnis Bali, Melayu dan Bugis (Kusnadi, 2002:11)
Ada pula pengakuan Hasan Ali (almarhum), penulis kamus Bahasa Using, yang menyatakan telah memperoleh masukan berharga untuk penyusunan kamusnya itu saat membaca buku kumpulan kata-kata Osing yang disusun Van Der Tuk tahun 1970 dan buku serupa karya Prof. Th. G. Th. Pigeaud yang disusun pada 1922-1923. ( Majalah Tempo, 11 Oktober 2004).
Tetapi gempuran tersebut tidak menyurutkan budayawan lokal lainnya untuk tetap melestarikan budaya Blambangan,apapun nama yang diberikan ,dengan tetap menjaga essensinya dengan baik. Karya karya mereka telah mampu menyelamatkan , peninggalan Blambangan yang exotic, dan terus memberi dorongan para generasi berikutnya berkreasi. Dan syukurlah akhirnya bahasa lokal ini menjadi pelajaran di sekolah sekolah Banyuwangi, budaya dan kesenian Banyuwangi telah diakui dan menjadi kebanggaan Nasional, bahasa Banyuwangi terdokumentasi secara baik , pada institusi Nasional maupun International . ( Smithsonian Institute)
Orang Tertutup./Using ????? Padahal kami Pluralis. Bukti berdasarkan keragaman penduduk . Suatu hal yang sulit dipercaya, dan malahan sangat bertentangan dengan kenyataan.Bagaimana mungkin wong Blambangan dikatakan tertutup , karena pada kenyataannya di daerah terpencil dengan konsentrasi orang Banyuwangi yang cukup besar,(ex Kawedanan Rogojampi dan Kawedanan Banyuwangi) orang Banyuwangi/Blambangan hidup berdampingan dengan para pendatang baik dari luar Nusantara maupun dari Nusantara. Malahan catatan sejarah telah membuktikan sejak tahun 1400 an pendatang dari China mendarat di Blambangan telah diterima dengan baik oleh Bhre Wirabhumi ,dan sisa sisa laksamana Cheng Ho yang digempur pasukan Majapahit , di hormati, jejak mereka nampak dalam keahlian melaut dan sistim kepelabuhan baik di Panarukan, Kedawung maupun Ulupampang, demikian juga keberadaan orang Bugis, Mandar, Madura, Bengkolen . Para pendatang awal orang Arab yang dikenal dengan sebutan Walaiti, telah masuk jauh kepedalaman, dan menyunting wong Blambangan. Di desa terpencilpun akan kita jumpai orang China , Arab , Asia Tengah ,India, Maladiva, Arab Afrika Utara ( Al Magribi), orang Palembang, Pekalongan, Cirebon, Madura, Jawa,Bali dan didaerah pesisir dapat ditemui orang Bugis, Mandar. (Orang China dan bangsa lain telah meninggalkan pedalaman karena adanya Peraturan Pemerintah no 10/60, Peraturan yang melarang orang asing tinggal didaerah pedalaman kecuali memilih menjadi warga negara Indonesia) Lebih dariitu mereka telah melakukan perkawinan campuran. Dan mereka menggunakan bahasa Banyuwangi walaupun orang Banyuwangi sudah tidak mayoritas lagi di Kabupaten Banyuwangi sejak tahun 1774, ketika Genocida dilakukan Kompeni. Ini membuktikan betapa indahnya hubungan antara orang Banyuwangi dengan para pendatang.
Bukti berdasarkan data statistik Penduduk. Berdasarkan data pada tahun 1811 jumlah orang Blambangan /Banyuwangi berjumlah 8000 orang sedang pendatang berjumlah 20000 ( dua puluh ribu orang).Berdasarkan perhitungan perkembangan jumlah penduduk yang moderat ( berdasarkan pola dari perkembangan penduduk di Indonesia) maka jumlah penduduk wong Blambangan pada tahun 2011 ini akan mencapai 128 .000. Tetapi berdasarkan data statistik pada tahun 2006 jumlah orang pada daerah orang Banyuwangi asli mencapai 600.000 (enam ratus ribu orang). Dengan demikian jumlah real orang Banyuwangi mencapai empat kali lipat jumlah berdasarkan perhitungan. Fakta ini membuktikan bahwa orang Banyuwangi tertutup tidak terbukti Dengan sikap tertutup tidak mungkin terjadi perobahan /perkembangan besar yang sangat significant pada jumlah penduduk Fakta tersebut juga membuktikan terjadi perkawinan silang antar pendatang dengan wong Blambangan yang sangat intensip, karena Genocida telah membunuh banyak kaum lelaki , dan menyisakan kaum perempuan.Hanya dengan perkawinan dengan para pendatang maka jumlah akan berkembang pesat.( Contoh , seorang laki laki dan perempuan wong Banyuwangi, yang seharusnya membentuk satu keluarga Banyuwangi, dengan perkawinan silang telah membentuk dua keluarga Banyuwangi)
Sang Bagawan ( PIGEAUD) ternyata tidak pernah berpendapat Orang Blambangan tertutup.!!! Kutipan tentang pendapat Sang Bagawan bahwa wong Blambangan tertutup,, menimbulkan tanda tanya besar karena tidak ditemukan judul karya beliau. Apalagi kemudian tahun yang disajikan berubah ,dari tahun 1929, malahan ada budayawan lokal mencantumkan tahun 1920, 1923, dan ada lagi 1925, tahun 1930. Dari pelacakan penulis tentang sang Bagawan , tidak ditemukansatupun karya beliau yang ditulis sebelum tahun 1934 ,apalagi tahun 1925 atau sebelumnya , karena beliau masih menjadi mahasiswa dan tinggal di Belanda. Beliau adalah orang yang sejak muda sangat perfeksionis dan berpandangan luas. Sulit memahami , beliau memberikan pandangan/menulis tentang suatu masalah dengan mengambil study pada sekelompok kecil masyarakat kemudian menyimpulkan dengan kata yang sederhana dan simpel.Pemikirannya akan menjelajah samudera yang lebih luas. Semua karya yang dihasilkan sangat monumental dan adalah pantas beliau mendapat gelar Bagawan sastra dan sejarah Jawa.
Tugas yang diberikan untuk memperbaiki kamus bahasa Jawa Belanda , malah menjadi karya monumental , dan menjadi references penulisan kamus bahasa Jawa Belanda.(1938) .
Tugas yang diberikan oleh KITLV untuk menyunting ulang dan menterjemahkan Kakawin Nagarakretagama pada tahun 1948, beliau lakukan dalam waktu sepuluh tahun , dan hasilnya adalah karya monumental yang terdiri atas lima jilid berjudul JAVA IN THE 14TH CENTURY ( 1960 -1963) dan terdiri 1500 halaman. Setelah Java in the 14th Century Pigeaud memulai magnum opus-nya (“karya utama”), atau katalog naskah manuskrip Jawa di Belanda, Belgia, Jakarta dan Singaraja. Katalognya terdiri atas empat jilid dan terbit antara tahun 1967 dan 1980.
Siapakah Pigeaud ? Pigeaud tidak pernah menulis tentang wong Banyuwangi sebelum tahun 1934.Inilah aktivitas beliau sebelum tahun 1934. Theo tinggal di Den Haag bersekolah di Gymnasium Haganum. Tahun 1916 ia kuliah di Universitas Leiden, Taal- en Letterkunde van den Oostindischen archipel (“Bahasa dan Sastra Kepulauan Hindia-Timur”). Pada tahun 1919 Pigeaud menyelesaikan studi S1-nya. Kemudian melanjutkan studi bahasa Melayu, bahasa Jawa, dan bahasa Persia. Tahun 1922, S2 cum laude dan pada thn 1924 , Pigeaud menyelesaikan S3 dengan disertasi pembahasan sebuah karya sastra Jawa Pertengahan berjudul Tantu Panggelaran mitologi Jawa Kuna. Thn 1925 Pigeaud berangkat ke pulau Jawa, ditugaskan pada Adviseur voor Inlandse Zaken (“Penasehat Urusan Pribumi”) bersama Prof Hoesein Djajadiningrat dan Prof Bertram Johannes Otto Schrieke guru besar pada Fakultas Hukum. Pada 29 Desember 1925, memulai pekerjaannya yang dicintai , yaitu merevisi dan menambah kamus Jawa-Belanda Gericke–Roorda. Akhirnya kamus Jawa-Belanda Pigeaud terbit pada tahun 1938. Kamus ini bisa dianggap sebagai tambahan penting kamus Gericke-Roorda.
Jadi sekarang jelaslah kebohongan itu . Sang Bagawan tidak pernah menulis apapun tentang Orang Blambangan.Dan sepenuhnya para penulis itu melakukan rekayasa yang luar biasa.
Karya beliau lainnya adalah
- 1932” ANTEKENINGEN BETREFFENDE DEN JAVAANSCHEN Oosthoek “ TBG LXXXII
- 1938, Javaans — Nederlands handwoordenboek. Groningen: Wolters
- 1960, Java in the 14th century : a study in cultural history : the Nāgara-Kertāgama by Rakawi, prapañca of Majapahit, 1365 A.D. Vol I: Javanese texts in transcription. The Hague: Martinus Nijhoff
- 1962, Java in the 14th century : a study in cultural history : the Nāgara-Kertāgama by Rakawi, prapañca of Majapahit, 1365 A.D. Vol IV: Commentaries and recapitulation. The Hague: Martinus Nijhoff
- 1963, Java in the 14th century : a study in cultural history : the Nāgara-Kertāgama by Rakawi, prapañca of Majapahit, 1365 A.D. Vol V: Glossary, general index. The Hague: Martinus Nijhoff
- 1967, Literature of Java : catalogue raisonné of Javanese manuscripts in the Library of the University of Leiden and other public collections in the Netherlands. I: Synopsis of Javanese literature 900-1900 A.D. The Hague:Martinus Nyhoff
- 1968, Literature of Java : catalogue raisonné of Javanese manuscripts in the Library of the University of Leiden and other public collections in the Netherlands.Vol.II: Descriptive list of Javanese manuscripts. The Hague:Martinus Nyhoff
- 1970, Literature of Java : catalogue raisonné of Javanese manuscripts in the Li y of the University of Leiden and other public collections in the Netherlands. Vol.III: Illustrations and facsimiles of manuscripts, maps, addenda and a general index of names and subjects. The Hague:Martinus Nyhoff
- 1974, De eerste Moslimse vorstendommen op Java. Den Haag: Martinus Nijhoff
- 1975, Javanese and Balinese manuscripts and some codices written in related idioms spoken in Java and Bali : descriptive catalogue. Wiesbaden: F. Steiner
- 1980, Literature of Java : catalogue raisonné of Javanese manuscripts in the Library of the University of Leiden and other public collections in the Netherlands. Vol.IV: Supplement. The Hague:Martinus Nyhoff
- 1985, Javanese and Balinese manuscripts and some codices written in related idioms spoken in Java and Bali : descriptive catalogue. Stuttgart: Steiner. Beschrieben von Theodore G. Th. Pigeaud, und P. Voorhoeve
Note . Pada tahun 1927 John Scholte masih menjebut wong Blambangan.
Dengarlah dia menyanyikan gendingnya, “Cengkir Gading” dan menggerakan kipasnya, lalu rakyat Blambangan yang dewasa dan masih anak-anak mengalir ke suatu tempat dan di luar kesadaran mereka riwayat yang telah lampau diproyeksikan kembali, irama yang gembira dari tarian Ciwa di Chidambaram, tariannya si Gandri di Cungking, pusat dari segala-galanya, yakni dalam hati manusia. (Gandroeng Van Banjoewangi, John Scholte, 1927)
Tidak benar suku osing itu tertutup, karena saya masih keturunan mbah Mas Saleh (dari Ibu) penyiar agama Islam yang sekarang makamnya berada di Manggisan, sementara dari Bapak Asli warengan(Rogojampi) dan dari Kampar Sumatera , itulah bukti bahwa orang Osing Pluralis
Sri Harimurti said this on 17 Maret 2011 pada 11:06 am |
Terima kasih dik , tambahan faktanya.Semoga pengakuan seperti adik ini, dapat menggusur pendapat yang salah itu.
sumono said this on 22 Maret 2011 pada 2:52 am |
Sangat menarik dan enak sekali membaca tulisan-tulisan Anda yang ber-nas dan logis. Alangkah menariknya jika tulisan-tulisan yang tentang Banyuwangi Anda dikumpulkan lalu diterbitkan menjadi sebuah buku sederhana. Kami PSBB (Pusat Studi Budaya Banyuwangi) siap menerbitkan tulisan-tulisan Anda menjadi sebuah buku, tentunya buku tersebut kami cetak terbatas (karena dana kas kami terbatas) guna menjadi referensi dan dokumentasi budaya Banyuwangi dan tidak bertujuan untuk profit orientiet. Bagaimana, Saudara? Semoga ini juga menarik bagi Saudara. Salam Budaya. Terima Kasih.
Taufiq Wr. Hidayat said this on 25 Maret 2011 pada 3:29 am |
Terima kasih pak untuk perhatian yang mendalam. Saya mohon maaf , karena tulisan saya sudah diminta oleh KOSEBA, untuk diterbitkan menjadi buku, dan saat ini sudah dalam proses . Sekali lagi terima kasih
sumono said this on 25 Maret 2011 pada 11:58 am |
bek “padangulang”, ndiko niki wong padangulan???
kulo enteni pun bukune..,
wong mboboks said this on 26 Maret 2011 pada 7:14 am |
Yo dik , isun wong Banywangi, tetapi wis Hijrah nang jakarta , 38 tahun yang lalu, setiap tahun isun mulih, untuk nyekar lan MuBar ( Mulih Bareng)
sumono said this on 26 Maret 2011 pada 11:22 pm |
Salut ison ambe sampean pak…………. ison yo bengen sempat mikir mana mungkin wong blambangan iku tertutup… soale kadong sun dileng wong kang saiki prasanisun wong kang kesebut wong osing iku selalu membuka tangan lebar lebar kepada siapapun dan budaya apapun terbukti dengan begitu beragame budaya dan kesenian kang ono neng tanah blambangan iki. ison buru weruh temakno ison iki di apusi ambe wong kang ngarani golongane ison iki wong osing. kesuwon pak atas fakta kang sampean utarakaken ring nduwur mau, mugo mugo sampean tetep sehat lan panjang umur bisa nyampekkaken berita iki kanggo masyarakat banyuwangi liane.
supardi wajabae said this on 2 April 2011 pada 7:33 pm |
Kesuwun dik pendongane lan dukungane. Ring ulan iki mugo mugo wis siap.tulisan selanjutnya . GENOCIDA DAN HANCURNYA STRUKTUR BAHASA BLAMBANGAN. Sebuah tulisan yang melihat bahasa Blambangan dari multi aspek sehingga menjadi seperti sekarang.
sumono said this on 3 April 2011 pada 5:42 am |
Kangge pak sumono kulo nedi ijin bade repost postingane sampean kulo pengen ngelebetaken teng blog kulo bade kulo damel refrensi kulo lan sak rencangan. soale kulo teng singojuruh sak rencangan lagi semangat semangate nggoleti sejarah asli banyuwangi. soale kulo lan rencang lintune niki lagi bingung mergane ono kang nggugat hari jadi banyuwangi dadi sebagai warga banyuwangi yo milu prihatin mergo bab niki… matur nuwun sakderenge
supardi wajabae said this on 3 April 2011 pada 10:38 am |
Silahkan dik, mudah mudahan bermanfaat. Salam untuk penggemar blok adik
sumono said this on 5 April 2011 pada 4:07 am |
Alhamdulillah Pak, moto kulo koyo melorok, mboten percoyo kapan Blambangan sengyene luar biasa. Salut atas postingannya, kula lare Singojuruh, matur nuwun sanget atas info intelektualnya.
Sayange buru saget nemau sak niki… (diweruhi supardi).
Eh.. Pak kula ajeng tangled… Sang Begawan (PIGEAUD) dengan DR. Sri Margana niku orang yang sama ta? Sepuntene kang moco rodo bodoh, maturnuwun. Dan sukses terus kangge Pak Sumono.
helmyrossy said this on 3 April 2011 pada 5:55 pm |
Beda dik. Pak Margana, adalah Dr sejarah Leiden University. Dari penelitian beliau diketahui bahwa penguasa saat itu Mataram dan Kompeni karena ingin merampok Blambangan, mereka itu menjelek jelekan dan ingin menghapus sejarah Blambangan dari muka bumi.
Pigeaud adalah Dr Leiden University , keturunan Perancis yang sangat genius dan pinter, tentang sejarah Jawa. Tetapi rupanya rupanya ada orang , sarjana, yang menggunakan nama beliau untuk menjelekan wong Blambangan. Lebih jauh silahkan baca Genocida wong Blambangan ( pembunuhan wong Blambangn
….di blog ini juga dan sebaiknya tulisan ini dimasukkan ke blog adik juga
sumono said this on 5 April 2011 pada 4:18 am |
Assalam…
kira-kira bukunya terbit dan beredar kapan? saya sangat tertarik dengan USing..
shanty said this on 4 April 2011 pada 2:15 am |
Penerbitnya, berusaha akan menerbitkan pada hari raya bertepatan dengan Halal bil halal.Saya menghibahkan tulisan saya kepada Lembaga ini, artinya seluruh hasil dari penjualan buku menjadi hak Lembaga ini, untuk menghidupi kegiatan lembaga ini , yang berkeinginan mendirikan perpustakaan. Mohon doanya . Terima kasi.
sumono said this on 5 April 2011 pada 4:24 am |
Maturnuwun pak, sudah saya repost, Ndiko intep blog saya : http://smandarussholah.blogspot.com/
judule kula karang kiyambek, maturnuwun atas izinnya.
Helmy Rosyadi said this on 5 April 2011 pada 1:13 pm |
Salam untuk Civitas akademika SMAN DARUSSHOLAH, saya juga aktive di Pendidikan. Silahkan mampir KE SEKOLAH BINA INSANI di Bogor.
sumono said this on 17 April 2011 pada 6:59 am |
Matur nuwun atas izine sampun kulo repost teng blog kulo
niki alamate blog kulo: http://dusunpasinanbarat.blogspot.com/
nedi sarane
Supardiwajabae said this on 6 April 2011 pada 6:54 am |
Selamat , semoga bermanfaat.
sumono said this on 17 April 2011 pada 6:54 am |
Ngapunten, asmo lengkap njengan sinten pak? (penasaran)
Maturnuwun.
Helmy Rosyadi said this on 22 April 2011 pada 5:45 pm |
Nama saya Sumono, ayah saya H.Abdul hamid. Di Banyuwangi saya lebih dikenal dengan Sumono. Waktu saya naik haji,ada keharusan mencantumkan nama ayah dalam pasport.Maka sejak tahun 1993 saya telah menggunakan nama Sumono Abdul Hamid.
sumono said this on 23 April 2011 pada 12:06 am |
Terima kasih pak, soalnya saya cari di bina insani (situs) nama njenengan tidak ketemu (saya penasaran sama wajahnya).
Tapi tidak apa2, yang pasti, Situs bapak selalu menjadi rujukan saya untuk promosi tentang sejarah kebesaran Blambangan di masa lampau.
Helmy Rosyadi said this on 5 Mei 2011 pada 6:13 pm |
Oooo saya di Yayasannya…..dan saya adalah orang yang sulit untuk diphoto.
sumono said this on 12 Mei 2011 pada 3:29 am |
Insyaalloh saya ingin sekali berkunjung SMAN Darussholeh …. tetapi lebaran libur ya….sayang …tetapi wajah jadul saya ..ada di tulisan Jejer Banyuwangi …..yaitu bersama istri didepan gerbang Buchkingham Palace London, dan di kota peristirahan Carment California didepan Bavaria Inn
sumono said this on 12 Mei 2011 pada 3:47 am |
Kulo tiyang Bakungan, nedi izin dingge rujukan… Kulo nggih malah trenyuh kok enten ksatrio ‘Minak Jinggo’ di elek elek kados ngoten. Tapi sakniki kesenian niku pun mboten payu.
Cak Sam said this on 10 Agustus 2011 pada 8:02 am |
Monggo dik . mudah mudahan bermanfaat.Salam kanggo dulur ring Bakungan.
sumono said this on 11 Agustus 2011 pada 1:51 am |
Kenapa literatur silsilah banyuwangi sulit dicari yah? mungkin karena pemerintah daerah kurang sosialisasi, apalagi museum yang selalu tertutup (jaman saya kecil)… saya ingin ada literatur yang lengkap dimana banyuwangi dikenal luar dalam, jangan sampai orang lain menganggap kita tertutup.. padahal dibanyuwangi banyak suku bangsa yang hidup berdampingan, plural membaur dengan berbagai aktribut manusia.
saya sendiri sebagai salah satu keturunan Mbah Mas Saleh yang orang mungkin menyebut pati obor karena tidak pernah kumpul2 kecuali ayah dan kakak dulu… susah sekali mendata sejarah banyuwangi di Internet…
alimoel said this on 14 Desember 2011 pada 3:22 am |
Itu kelemahan kita…..saya sendiri harus menyediakan waktu yang sangat banyak tiap hari untuk membeli/baca buku …dan keliling perustakaan …termasuk perpustakaan luar negeri. Untuk membuat silsilah ada programe di computer….namanya family tree….bisa dicoba
sumono said this on 15 Desember 2011 pada 2:58 am |
Hidup lare-lare osing banyuwangi
tangio sernginge wes katon sak iki
wayae riko kabeh jenggirat tangi
mergane mong riko kabeh hang dadi songkone banyuwangi
mergane mong tangan riko hang biso tentrem lan asri
Salam 1 jiwa Laskar blambangan
aika cungwen said this on 31 Desember 2011 pada 7:38 pm |
Aaaaamiiiiiiiin
sumono said this on 1 Januari 2012 pada 3:51 am |
Aaaaamiiiiiin.
sumono said this on 11 Januari 2012 pada 3:55 am |
Lajar (blog) riko apik noring araharing osing, blambangan, minakjinggo, hun nemokaken ikai sakmarine ngeredbongkok gooogle, lan tulisane riko jenggirataken atine lare osing hang kantru. atur kesuwun kanggo riko sak keluarga
kang joyo said this on 9 Maret 2012 pada 3:48 am |
Kesuwun….Aaaaamiiiin Ya rabbal alamin.
sumono said this on 10 Maret 2012 pada 8:39 am |