WONG BLAMBANGAN ORANG YANG TERTUTUP(Pigeaud 1929) /Using adalah Bohong/Tidak Benar

 

KsatryaMacanPutih(Blambangan): Andai dirimu terkurung dalam jeruji besi,kakimu dirantai, sedang taring dan kukumu dicabut, maka tetaplah pelihara kilau bulumu , berjalanlah dengan tegak, dan perdengarkan aummu yang menggetarkan itu.

Pendapat Sang Bagawan (Pigeaud) itu meluncur tak terbendung.

Pendapat Dr. Sri Margana yang  mengambil Doktor di Universitas Leiden , Belanda, dengan disertasi  “Java’s Last Frontier: The Struggle for Hegemony of Blambangan“ dalam wawancaranya di Tempo edisi September 13sd 19 September, menyatakan  bahwa cerita Damarwulan ,Menakjinggo merupakan usaha untuk melakukan delegimitasi dan sinisme raja Blambangan , karena  Cerita Damarwulan dan Prabu Menakjinggo ini ditulis dalam buku Serat Kanda / Serat Damarwulan oleh sastrawan dari keraton Surakarta dan dipentaskan dalam bentuk Langendrian (Operate) oleh Mangkunegara IV (1853 sd 1881). Kemudian dipopulerkan di Banyuwangi oleh penguasa Banyuwangi yang masih berdarah Surakarta,telah menggugah perhatian saya untuk melacaknya.

Sejak saat itu  saya mulai tertarik ,untuk mengetahui  sejak kapan delegitasi dan sinisme  itu menjadi sangat spesifik ,artinya tidak melalui cerita atau legenda yang menyesatkan tetapi langsung dengan menyatakan orang Blambangan itu tertutup, tidak menerima orang luar , maka pantas disebut  Wong  Using .

Karena jika suku bangsa lain di Nusantara ,meradang dengan hasil survey yang menegatifkan sukunya, orang Banyuwangi seakan tak berkutik dan pasrah, malahan ada yang menjustifikasi ,sifat itu dengan penjelasan bahwa kata itu harus diartikan secara positip. Atau malahan kata Using , menjadi alasan untuk membangun theory  bahwa orang Orang asli Banyuwangi adalah suku tersendiri yang memikiki bahasa tersendiri , dan tidak menjadi rumpun  Jawa.      Setelah menelusuri banyak tulisan dan karya tentang orang Using ,ternyata semua tulisan itu menyandarkan pada pendapat Bagawan  sastra dan sejarah Jawa,beliau adalah PIGEAUD. Pendapat sang Bagawan tersebut ibarat lubang kecil di kanal Amsterdam Belanda, kemudian menjadi jalur keluar  air laut samudra Atlantik, muncrat sangat deras dan tak terbendung, sehingga menenggelamkan kota Amsterdam. Demikian pula  yang dialami wong Blambangan , semua sikap baik orang Blambangan, keindahan budaya kesenian, dan falsafah kepemimpinannya ( KALOKA, Prawira, WICAKSANA, BAHASA), hilang seperti diterjang Tsunami, habis tak berbekas, yang muncul adalah pendapat yang menegativekan orang Blambangan/Banyuwangi.                                                                                                                                            Dan  alangkah menyedihkan untuk wong Blambangan ,karena sabda ini  menjadi deretan panjang ,setelah tulisan babad yang memuakkan , menjadi acuan para hobbiest, budayawan lokal, maupun pendidikan tinggi mengutipnya, sebagai landasan ilmiah untuk menentukan tabiat wong Blambangan.Inilah kutipan pendapat Pigeaud itu

Etnik using dan Budaya Tradisi Lisan (Pustaka, vol VI, 2006:189)Transformasi Seni Pesisir Using ke Ludruk Madura di Jember Henricus Supriyanto.

Provinsi Jawa Timur yang tertimur adalah Kabupaten Banyuwangi. Di wilayah ini dijumpai etnik Using atau etnik yang menyatakan diri sebagai penduduk asli Blambangan Banyuwangi. Kata using merupakan kata serapan dari bahasa Bali yakni sing yang artinya tidak. Interpretasi historis bermakna etnis yang menolak hegemoni dari luar Blambangan atau kekuatan luas yang bermaksud menguasai wilayah Blambangan. Dalam konteks ini kata using berarti penduduk asli Blambangan (Banyuwangi) yang tidak mau hidup bersama dengan “Wong Jawa Kulonan” (maknanya hegemoni dari Jawa wilayah Barat) (Pigeaud, 1929 dalam Herusantoso, 1987:78).

Penduduk kabupaten Banyuwangi yang berpenutur bahasa Using diperkirakan 58%, selebihnya adalah etnik Jawa Kulonan (pendatang) yang hidup di daerah selatan dan daerah pertanian, Madura sebagai besar di pesisir/nelayan, etnis Bali, Melayu dan Bugis (Kusnadi, 2002:11)

Ada pula pengakuan Hasan Ali (almarhum), penulis kamus Bahasa Using, yang menyatakan telah memperoleh masukan berharga untuk penyusunan kamusnya itu saat membaca buku kumpulan kata-kata Osing yang disusun Van Der Tuk tahun 1970 dan buku serupa karya Prof. Th. G. Th. Pigeaud yang disusun pada 1922-1923. ( Majalah Tempo, 11 Oktober 2004).

Tetapi gempuran tersebut tidak menyurutkan budayawan lokal lainnya untuk tetap melestarikan budaya Blambangan,apapun nama yang diberikan ,dengan  tetap menjaga  essensinya  dengan baik.                   Karya karya mereka telah mampu menyelamatkan , peninggalan Blambangan yang exotic, dan terus memberi dorongan para generasi berikutnya berkreasi. Dan syukurlah akhirnya bahasa lokal ini menjadi pelajaran di sekolah sekolah Banyuwangi, budaya dan kesenian Banyuwangi  telah diakui  dan menjadi kebanggaan  Nasional,  bahasa Banyuwangi terdokumentasi secara baik , pada institusi  Nasional maupun International . ( Smithsonian Institute)

Orang Tertutup./Using ????? Padahal kami Pluralis.                    Bukti berdasarkan keragaman penduduk . Suatu hal yang sulit  dipercaya, dan malahan sangat bertentangan dengan kenyataan.Bagaimana mungkin wong Blambangan  dikatakan tertutup , karena pada kenyataannya di daerah terpencil dengan konsentrasi orang Banyuwangi yang cukup besar,(ex Kawedanan Rogojampi dan Kawedanan Banyuwangi)  orang Banyuwangi/Blambangan hidup berdampingan dengan para pendatang  baik dari luar Nusantara  maupun dari Nusantara. Malahan catatan sejarah telah membuktikan  sejak tahun 1400 an pendatang dari China  mendarat di Blambangan telah diterima dengan baik oleh Bhre Wirabhumi ,dan sisa sisa laksamana Cheng Ho yang digempur pasukan Majapahit , di hormati, jejak mereka nampak dalam keahlian melaut dan sistim kepelabuhan baik di Panarukan, Kedawung maupun Ulupampang, demikian juga keberadaan orang Bugis, Mandar, Madura, Bengkolen . Para pendatang awal orang Arab yang dikenal dengan sebutan Walaiti, telah masuk jauh kepedalaman, dan menyunting wong Blambangan. Di desa terpencilpun akan kita jumpai  orang China , Arab , Asia Tengah ,India, Maladiva, Arab Afrika Utara ( Al Magribi), orang Palembang, Pekalongan, Cirebon, Madura, Jawa,Bali dan didaerah pesisir dapat ditemui orang Bugis, Mandar. (Orang China dan bangsa lain telah meninggalkan pedalaman karena adanya Peraturan Pemerintah no 10/60, Peraturan  yang melarang orang asing tinggal didaerah pedalaman kecuali memilih menjadi warga negara Indonesia)                                                                                                              Lebih dariitu mereka telah melakukan perkawinan campuran.                Dan mereka menggunakan bahasa Banyuwangi  walaupun orang Banyuwangi sudah tidak mayoritas lagi di Kabupaten Banyuwangi sejak tahun 1774, ketika Genocida dilakukan Kompeni.                                      Ini membuktikan betapa indahnya hubungan antara orang Banyuwangi dengan para pendatang.

Bukti berdasarkan data statistik Penduduk. Berdasarkan data pada  tahun 1811 jumlah  orang Blambangan /Banyuwangi berjumlah 8000 orang  sedang pendatang berjumlah 20000 ( dua puluh ribu orang).Berdasarkan perhitungan perkembangan jumlah penduduk yang moderat ( berdasarkan pola dari perkembangan penduduk di Indonesia) maka jumlah penduduk wong Blambangan pada tahun 2011 ini akan mencapai 128 .000. Tetapi berdasarkan data statistik  pada tahun 2006 jumlah orang pada daerah orang Banyuwangi asli mencapai 600.000 (enam ratus ribu orang). Dengan demikian jumlah real orang Banyuwangi mencapai empat kali lipat jumlah berdasarkan perhitungan. Fakta ini membuktikan bahwa orang Banyuwangi tertutup tidak terbukti Dengan sikap tertutup tidak mungkin terjadi perobahan /perkembangan besar yang sangat significant pada jumlah penduduk  Fakta tersebut juga membuktikan terjadi perkawinan silang antar pendatang dengan wong Blambangan yang sangat intensip, karena Genocida telah membunuh banyak kaum lelaki , dan menyisakan kaum perempuan.Hanya dengan perkawinan dengan para pendatang maka jumlah akan berkembang pesat.( Contoh , seorang laki laki dan perempuan wong Banyuwangi, yang seharusnya membentuk satu keluarga Banyuwangi, dengan perkawinan silang telah membentuk dua keluarga Banyuwangi)

Sang Bagawan ( PIGEAUD) ternyata tidak pernah berpendapat Orang Blambangan tertutup.!!! Kutipan tentang pendapat Sang Bagawan bahwa wong Blambangan tertutup,, menimbulkan tanda tanya besar karena tidak ditemukan judul karya beliau. Apalagi kemudian tahun yang disajikan berubah ,dari tahun 1929, malahan ada budayawan lokal mencantumkan tahun 1920, 1923, dan ada lagi 1925, tahun 1930. Dari pelacakan penulis tentang sang Bagawan , tidak ditemukansatupun karya beliau yang ditulis sebelum  tahun 1934 ,apalagi tahun 1925 atau sebelumnya , karena beliau masih menjadi mahasiswa dan tinggal di Belanda. Beliau adalah orang yang sejak muda sangat  perfeksionis dan berpandangan luas.                                                                                       Sulit memahami , beliau memberikan pandangan/menulis tentang suatu masalah dengan mengambil study pada sekelompok kecil masyarakat kemudian menyimpulkan dengan kata yang sederhana dan simpel.Pemikirannya akan menjelajah samudera yang lebih luas. Semua karya yang dihasilkan  sangat monumental dan adalah pantas beliau mendapat gelar Bagawan sastra dan sejarah Jawa.

Tugas  yang diberikan untuk memperbaiki kamus bahasa Jawa Belanda , malah menjadi karya  monumental  , dan menjadi references penulisan kamus bahasa Jawa Belanda.(1938) .

Tugas yang diberikan oleh KITLV untuk menyunting ulang dan menterjemahkan  Kakawin Nagarakretagama pada tahun 1948, beliau lakukan dalam waktu sepuluh tahun , dan hasilnya adalah karya monumental yang terdiri atas lima jilid berjudul JAVA IN THE 14TH CENTURY ( 1960 -1963) dan terdiri 1500 halaman. Setelah Java in the 14th Century Pigeaud memulai magnum opus-nya (“karya utama”), atau katalog naskah manuskrip Jawa di Belanda, Belgia, Jakarta dan Singaraja. Katalognya terdiri atas empat jilid dan terbit antara tahun 1967 dan 1980.

Siapakah Pigeaud ? Pigeaud tidak pernah menulis tentang wong Banyuwangi sebelum tahun 1934.Inilah aktivitas beliau sebelum tahun 1934.                                                                                    Theo  tinggal di Den Haag bersekolah di  Gymnasium Haganum. Tahun 1916 ia kuliah di  Universitas Leiden, Taal- en Letterkunde van den Oostindischen archipel (“Bahasa dan Sastra Kepulauan Hindia-Timur”). Pada tahun 1919 Pigeaud  menyelesaikan studi S1-nya. Kemudian  melanjutkan studi  bahasa Melayu, bahasa Jawa, dan bahasa Persia. Tahun 1922, S2 cum laude dan pada thn 1924  , Pigeaud menyelesaikan S3 dengan disertasi pembahasan sebuah karya sastra Jawa Pertengahan berjudul Tantu Panggelaran mitologi Jawa Kuna.                                                                                                                            Thn 1925  Pigeaud berangkat ke pulau Jawa, ditugaskan pada Adviseur voor Inlandse Zaken (“Penasehat Urusan Pribumi”) bersama Prof  Hoesein Djajadiningrat dan Prof Bertram Johannes Otto Schrieke guru besar pada Fakultas Hukum.                                                                                                    Pada 29 Desember 1925, memulai pekerjaannya yang dicintai , yaitu merevisi dan menambah kamus Jawa-Belanda GerickeRoorda. Akhirnya kamus Jawa-Belanda Pigeaud terbit pada tahun 1938. Kamus ini bisa dianggap sebagai tambahan penting kamus Gericke-Roorda.

Jadi sekarang jelaslah kebohongan itu . Sang Bagawan tidak pernah menulis apapun tentang Orang Blambangan.Dan sepenuhnya para penulis  itu melakukan rekayasa yang luar biasa.

Karya beliau lainnya adalah

  • 1932” ANTEKENINGEN BETREFFENDE DEN JAVAANSCHEN Oosthoek “ TBG LXXXII
  • 1938, Javaans — Nederlands handwoordenboek. Groningen: Wolters
  • 1960, Java in the 14th century : a study in cultural history : the Nāgara-Kertāgama by Rakawi, prapañca of Majapahit, 1365 A.D. Vol I: Javanese texts in transcription. The Hague: Martinus Nijhoff
  • 1962, Java in the 14th century : a study in cultural history : the Nāgara-Kertāgama by Rakawi, prapañca of Majapahit, 1365 A.D. Vol IV: Commentaries and recapitulation. The Hague: Martinus Nijhoff
  • 1963, Java in the 14th century : a study in cultural history : the Nāgara-Kertāgama by Rakawi, prapañca of Majapahit, 1365 A.D. Vol V: Glossary, general index. The Hague: Martinus Nijhoff
  • 1967, Literature of Java : catalogue raisonné of Javanese manuscripts in the Library of the University of Leiden and other public collections in the Netherlands. I: Synopsis of Javanese literature 900-1900 A.D. The Hague:Martinus Nyhoff
  • 1968, Literature of Java : catalogue raisonné of Javanese manuscripts in the Library of the University of Leiden and other public collections in the Netherlands.Vol.II: Descriptive list of Javanese manuscripts. The Hague:Martinus Nyhoff
  • 1970, Literature of Java : catalogue raisonné of Javanese manuscripts in the Li y of the University of Leiden and other public collections in the Netherlands. Vol.III: Illustrations and facsimiles of manuscripts, maps, addenda and a general index of names and subjects. The Hague:Martinus Nyhoff
  • 1974, De eerste Moslimse vorstendommen op Java. Den Haag: Martinus Nijhoff
  • 1975, Javanese and Balinese manuscripts and some codices written in related idioms spoken in Java and Bali : descriptive catalogue. Wiesbaden: F. Steiner
  • 1980, Literature of Java : catalogue raisonné of Javanese manuscripts in the Library of the University of Leiden and other public collections in the Netherlands. Vol.IV: Supplement. The Hague:Martinus Nyhoff
  • 1985, Javanese and Balinese manuscripts and some codices written in related idioms spoken in Java and Bali : descriptive catalogue. Stuttgart: Steiner. Beschrieben von Theodore G. Th. Pigeaud, und P. Voorhoeve

Note . Pada tahun 1927  John Scholte masih menjebut wong Blambangan.

Dengarlah dia menyanyikan gendingnya, “Cengkir Gading” dan menggerakan kipasnya, lalu rakyat Blambangan yang dewasa dan masih anak-anak mengalir ke suatu tempat dan di luar kesadaran mereka riwayat yang telah lampau diproyeksikan kembali, irama yang gembira dari tarian Ciwa di Chidambaram, tariannya si Gandri di Cungking, pusat dari segala-galanya, yakni dalam hati manusia. (Gandroeng Van Banjoewangi, John Scholte, 1927)

~ oleh sumono pada 16 Maret 2011.

32 Tanggapan to “WONG BLAMBANGAN ORANG YANG TERTUTUP(Pigeaud 1929) /Using adalah Bohong/Tidak Benar”

  1. Tidak benar suku osing itu tertutup, karena saya masih keturunan mbah Mas Saleh (dari Ibu) penyiar agama Islam yang sekarang makamnya berada di Manggisan, sementara dari Bapak Asli warengan(Rogojampi) dan dari Kampar Sumatera , itulah bukti bahwa orang Osing Pluralis

  2. Sangat menarik dan enak sekali membaca tulisan-tulisan Anda yang ber-nas dan logis. Alangkah menariknya jika tulisan-tulisan yang tentang Banyuwangi Anda dikumpulkan lalu diterbitkan menjadi sebuah buku sederhana. Kami PSBB (Pusat Studi Budaya Banyuwangi) siap menerbitkan tulisan-tulisan Anda menjadi sebuah buku, tentunya buku tersebut kami cetak terbatas (karena dana kas kami terbatas) guna menjadi referensi dan dokumentasi budaya Banyuwangi dan tidak bertujuan untuk profit orientiet. Bagaimana, Saudara? Semoga ini juga menarik bagi Saudara. Salam Budaya. Terima Kasih.

    • Terima kasih pak untuk perhatian yang mendalam. Saya mohon maaf , karena tulisan saya sudah diminta oleh KOSEBA, untuk diterbitkan menjadi buku, dan saat ini sudah dalam proses . Sekali lagi terima kasih

  3. bek “padangulang”, ndiko niki wong padangulan???
    kulo enteni pun bukune..,

    • Yo dik , isun wong Banywangi, tetapi wis Hijrah nang jakarta , 38 tahun yang lalu, setiap tahun isun mulih, untuk nyekar lan MuBar ( Mulih Bareng)

  4. Salut ison ambe sampean pak…………. ison yo bengen sempat mikir mana mungkin wong blambangan iku tertutup… soale kadong sun dileng wong kang saiki prasanisun wong kang kesebut wong osing iku selalu membuka tangan lebar lebar kepada siapapun dan budaya apapun terbukti dengan begitu beragame budaya dan kesenian kang ono neng tanah blambangan iki. ison buru weruh temakno ison iki di apusi ambe wong kang ngarani golongane ison iki wong osing. kesuwon pak atas fakta kang sampean utarakaken ring nduwur mau, mugo mugo sampean tetep sehat lan panjang umur bisa nyampekkaken berita iki kanggo masyarakat banyuwangi liane.

    • Kesuwun dik pendongane lan dukungane. Ring ulan iki mugo mugo wis siap.tulisan selanjutnya . GENOCIDA DAN HANCURNYA STRUKTUR BAHASA BLAMBANGAN. Sebuah tulisan yang melihat bahasa Blambangan dari multi aspek sehingga menjadi seperti sekarang.

  5. Kangge pak sumono kulo nedi ijin bade repost postingane sampean kulo pengen ngelebetaken teng blog kulo bade kulo damel refrensi kulo lan sak rencangan. soale kulo teng singojuruh sak rencangan lagi semangat semangate nggoleti sejarah asli banyuwangi. soale kulo lan rencang lintune niki lagi bingung mergane ono kang nggugat hari jadi banyuwangi dadi sebagai warga banyuwangi yo milu prihatin mergo bab niki… matur nuwun sakderenge

  6. Alhamdulillah Pak, moto kulo koyo melorok, mboten percoyo kapan Blambangan sengyene luar biasa. Salut atas postingannya, kula lare Singojuruh, matur nuwun sanget atas info intelektualnya.
    Sayange buru saget nemau sak niki… (diweruhi supardi).
    Eh.. Pak kula ajeng tangled… Sang Begawan (PIGEAUD) dengan DR. Sri Margana niku orang yang sama ta? Sepuntene kang moco rodo bodoh, maturnuwun. Dan sukses terus kangge Pak Sumono.

    • Beda dik. Pak Margana, adalah Dr sejarah Leiden University. Dari penelitian beliau diketahui bahwa penguasa saat itu Mataram dan Kompeni karena ingin merampok Blambangan, mereka itu menjelek jelekan dan ingin menghapus sejarah Blambangan dari muka bumi.
      Pigeaud adalah Dr Leiden University , keturunan Perancis yang sangat genius dan pinter, tentang sejarah Jawa. Tetapi rupanya rupanya ada orang , sarjana, yang menggunakan nama beliau untuk menjelekan wong Blambangan. Lebih jauh silahkan baca Genocida wong Blambangan ( pembunuhan wong Blambangn
      ….di blog ini juga dan sebaiknya tulisan ini dimasukkan ke blog adik juga

  7. Assalam…
    kira-kira bukunya terbit dan beredar kapan? saya sangat tertarik dengan USing..

  8. Penerbitnya, berusaha akan menerbitkan pada hari raya bertepatan dengan Halal bil halal.Saya menghibahkan tulisan saya kepada Lembaga ini, artinya seluruh hasil dari penjualan buku menjadi hak Lembaga ini, untuk menghidupi kegiatan lembaga ini , yang berkeinginan mendirikan perpustakaan. Mohon doanya . Terima kasi.

  9. Maturnuwun pak, sudah saya repost, Ndiko intep blog saya : http://smandarussholah.blogspot.com/
    judule kula karang kiyambek, maturnuwun atas izinnya.

    • Salam untuk Civitas akademika SMAN DARUSSHOLAH, saya juga aktive di Pendidikan. Silahkan mampir KE SEKOLAH BINA INSANI di Bogor.

  10. Matur nuwun atas izine sampun kulo repost teng blog kulo
    niki alamate blog kulo: http://dusunpasinanbarat.blogspot.com/
    nedi sarane

  11. Ngapunten, asmo lengkap njengan sinten pak? (penasaran)
    Maturnuwun.

    • Nama saya Sumono, ayah saya H.Abdul hamid. Di Banyuwangi saya lebih dikenal dengan Sumono. Waktu saya naik haji,ada keharusan mencantumkan nama ayah dalam pasport.Maka sejak tahun 1993 saya telah menggunakan nama Sumono Abdul Hamid.

  12. Terima kasih pak, soalnya saya cari di bina insani (situs) nama njenengan tidak ketemu (saya penasaran sama wajahnya).
    Tapi tidak apa2, yang pasti, Situs bapak selalu menjadi rujukan saya untuk promosi tentang sejarah kebesaran Blambangan di masa lampau.

    • Oooo saya di Yayasannya…..dan saya adalah orang yang sulit untuk diphoto.

    • Insyaalloh saya ingin sekali berkunjung SMAN Darussholeh …. tetapi lebaran libur ya….sayang …tetapi wajah jadul saya ..ada di tulisan Jejer Banyuwangi …..yaitu bersama istri didepan gerbang Buchkingham Palace London, dan di kota peristirahan Carment California didepan Bavaria Inn

  13. Kulo tiyang Bakungan, nedi izin dingge rujukan… Kulo nggih malah trenyuh kok enten ksatrio ‘Minak Jinggo’ di elek elek kados ngoten. Tapi sakniki kesenian niku pun mboten payu.

  14. Kenapa literatur silsilah banyuwangi sulit dicari yah? mungkin karena pemerintah daerah kurang sosialisasi, apalagi museum yang selalu tertutup (jaman saya kecil)… saya ingin ada literatur yang lengkap dimana banyuwangi dikenal luar dalam, jangan sampai orang lain menganggap kita tertutup.. padahal dibanyuwangi banyak suku bangsa yang hidup berdampingan, plural membaur dengan berbagai aktribut manusia.
    saya sendiri sebagai salah satu keturunan Mbah Mas Saleh yang orang mungkin menyebut pati obor karena tidak pernah kumpul2 kecuali ayah dan kakak dulu… susah sekali mendata sejarah banyuwangi di Internet…

    • Itu kelemahan kita…..saya sendiri harus menyediakan waktu yang sangat banyak tiap hari untuk membeli/baca buku …dan keliling perustakaan …termasuk perpustakaan luar negeri. Untuk membuat silsilah ada programe di computer….namanya family tree….bisa dicoba

  15. Hidup lare-lare osing banyuwangi
    tangio sernginge wes katon sak iki
    wayae riko kabeh jenggirat tangi
    mergane mong riko kabeh hang dadi songkone banyuwangi
    mergane mong tangan riko hang biso tentrem lan asri

    Salam 1 jiwa Laskar blambangan

  16. Lajar (blog) riko apik noring araharing osing, blambangan, minakjinggo, hun nemokaken ikai sakmarine ngeredbongkok gooogle, lan tulisane riko jenggirataken atine lare osing hang kantru. atur kesuwun kanggo riko sak keluarga

Tinggalkan Balasan ke sumono Batalkan balasan